Ternyat syaikh al jurumi bukan hanya memberikan ilmu secara sembarangan, namun
di dalam kitab ini ,yg
membahas tata bahasa
Arab, ternyata kalau dikaji lebih
dalam lagi, ia memiliki filsafat-
filsaf at hidup dan nasehat yang
sangat berharga bagi setiap
generasi terutama bagi kita
sebagai ummat Islam. Filsafat
hidup yang termaktub dalam
kitab itu sendiri merupakan
“hukum” atas suatu kalam atau
kalimat dalam ilmu nahwu.
Berikut ini adalah contohnya:
Bersatu kita terhormat Dalam
ilmu nahwu, “dhommah” adalah
salah satu tanda dari tanda-
tanda “rofa’”. Secara lafdziah
kata dhommah berarti bersatu.
Sedang kata rofa’berarti tinggi.
Maksudnya, bila kita dapat
bersatu dengan sesama, dapat
menjaga kesatuan dan
persatuan, dapat mempererat tali
ukhuwah, bukan tidak mungkin
kita akan menjadi umat yang
terhormat dan tinggi (rofa’) di
antara bangsa dan umat lain. Sementara untuk
mendapatkan derajat tinggi
harus memenuhi syarat, di
antaranya adalah iman. Firman
Allah SWT: “Janganlah kalian
merasa hina dan sedih, padahal
kamu tinggi jika kamu beriman
(Ali Imran: 139).
Ada beberapa
keriteria sehingga orang bisa
mendapatkan derajat
rofa’ (tinggi). Sebagaimana
dijelaskan dalam Al Jurumiyah,
bahwa di antara kedudukan
kalimat yang mendapat hukum
rofa’ atau marfu’ (yang diberi
penghargaan tinggi) adalah: "Babul mar'fu'atil'asma'i
keriteria sehingga orang bisa
mendapatkan derajat
rofa’ (tinggi). Sebagaimana
dijelaskan dalam Al Jurumiyah,
bahwa di antara kedudukan
kalimat yang mendapat hukum
rofa’ atau marfu’ (yang diberi
penghargaan tinggi) adalah: "Babul mar'fu'atil'asma'i
... fa’il,
naib fa’il, mubtada’, khobar dan
tawabi’ marfu’(sesuatu yang
mengikuti segala kalimat marfu’)
seperti sifat (na’t), badal, taukid
dan ‘atof.
Hal ini dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1. Fa’il (aktivis).
Bila kita ingin menjadi orang
yang dihargai, tinggi dan tidak
terhina, maka hendaklah kita
berbuat, bekerja dan berusaha,
tidak berpangku tangan atau
hanya mengharap belas kasih
orang lain. Hanya orang yang
aktif dan pro aktiflah (fa’il) yang
membuahkan karya-karya dan
amal dan menjadi terhormat di
lingkungannya. Firman Allah SWT:
“Dan katakanlah (hai
Muhammad): Bekerjalah kalian!
sesungguhnya pekerjaan kalian
akan dilihat oleh Allah, RasulNya
dan kaum mu’minin” (At
Taubah : 105).
2.Naib fa’il
mewakili tugas-tugas
aktivis adalah tipe kedua orang
yang mendapat derajat tinggi.
Meskipun ia berkedudukan
sebagai wakil, tapi ia
menjalankan pekerjaan yang
dilakukan fa’il walau harus
menjadi penderita dalam
kedudukannya sebagai kalimat.
Sebagai contoh dalam hal ini
adalah sahabat Ali ra. Beliau
pernah menggantikan Rasulullah
di tempat tidurnya dengan resiko
yang tinggi berupa pembunuhan
yang akan dilakukan para
pemuda musyrikin Makkah saat
Rasulullah berencana
melaksanakan hijrah ke Madinah.
Contoh lain adalah para huffadz
yang diutus Rasulullah untuk
mengajarkan agama atas
permintaan salah satu suku di
jazirah Arab, namun nasib
mereka naas dikhianati dan
dibunuh para pengundang.
Mendengar hal itu, Rasulullah
pun membacakan do’a qunut
nazilah sebagi rasa ta’ziyah.
Dengan do’a dari Rasul tersebut,
tentu saja mereka yang wafat
mendapat kedudukan mulia di
sisi Allah, juga oleh sejarah.
3.Mubtada (pioneer),
orang yangpertama melahirkan ide-ide
positif kemudian
diaplikasikanny a di tengah-
tengah masyarakat sehingga
berguna bagi kehidupan
manusia adalah orang yang
pantas mendapat derajat
rofa’ (tinggi). Oleh karena itu
Rasulullah SAW bersabda: “
Barang siapa memulai sunnah
hasanah (ide positif dan
konstruktif) maka baginya pahala
dan pahala orang yang
melakukan ide (sunnah)
tersebut”. Ada pepatah Arab
:mengatakan demikian ﺍﻟﻔﻀﻞ
ﻟﻠﻤﺒﺘﺪﺉ ﻭﺍﻥ ﺃﺣﺴﻦ ﺍﻟﻤﻘﺘﺪﻯ
“Perhargaan itu hanyalah milik
orang pertama memulai,
walaupun orang yang datang
kemudian dapat melakukannya
lebih baik”
4. Khobar (informasi).
Mereka yang
memiliki khobar (informasi)
itulah orang yang menguasai.
Demikian salah satu ungkapan
dalam ilmu komunikasi. Di dunia
ini sebenarnya tidak ada orang
yang lebih banyak ilmunya dari
seorang lain. Yang ada adalah
karena orang itu lebih banyak
mendapatkan dan menyerap
informasi dari lainnya. Membaca
buku, apapun buku itu,
sebenarnya kita sedang
menyerap sebuah informasi. Dan
sebanyak itu informasi yang kita
dapatkan sebesar itu pula kadar
maqam kita. Informasi dapat kita
peroleh melalui berbagai cara,
termasuk di dalamnya
pengalaman.
5. Tawabi’Marfu’
(Mereka yang mengikuti
jejak langkah orang yang
mendapat derajar tinggi). Jelas,
siapa saja yang mengikuti
langkah dan perjuangan mereka
yang mendapat derajat tinggi,
maka mereka akan dihargai.
Allah berfirman: “Sungguh dalam
diri Rasulullah ada suri tauladan
yang patut ditiru bagimu”. Ayat
ini menegaskan kepada kita
untuk mengikuti Rasulullah yang
telah mendapatkan maqoman
mahmuda (kedudukan terpuji) di
sisi Allah agar kita mendapat hal
yang sama di sisiNya. Di samping
itu, salah satu orang yang akan
mendapat derajat tinggi adalah
para penuntut ilmu. Firman Allah
SWT : “Allah akan mengangkat
orang-orang yang beriman di
antara kamu dan mereka yang
diberi ilmu dengan beberapa
derajat” (Al Mujadalah: 11).
Ilmu adalah warisan para nabi, dan
siapa yang mengikuti (tabi’)
langkah nabi ia akan mendapat
kehormatan (rofa’) Berpecah
Belah Adalah Kerendahan Tanda
kasroh dalam ilmu nahwu adalah
salah satu tanda hukum khofadh.
Secara harfiah, kata kasroh
bermakna pecah atau
perpecahan. Sedangkan kata
khofadh bermakna kerendahan
atau kehinaan. Dengan demikian
suatu umat akan mengalami
kerendahan dan kehinaan
apabila mereka melakukan
perpecahan, tidak bersatu dan
tidak berukhuwah. Wajar saja
bila para musuh menyantap
dengan lahapnya kekayaan kaum
(muslimin) disebabkan mereka
tidak mau bersatu dan menjaga
persatuan.
Inilah yang pernah
dikhawatirkan oleh Nabi
Muhammad SAW empat belas
abad lalu, tatkala beliau
menyatakan bahwa suatu saat
umat Islam akan menjadi
santapan umat lain seperti
srigala sedang menyantap
makanan. Para sahabat bertanya:
“Apakah saat itu jumlah kita
sedikit ?” Rasul menjawab:
“Tidak, justru kalian saat itu
menjadi mayoritas, tapi kualitas
kalian seperti buih. Sungguh
Allah akan mencabut rasa takut
dari musush-musuh kalian
kepada kalian dan Allah akan
mencampakkan dalam diri kalian
penyakit al-wahan”. Sahabat
bertanya: “apakah penyakit al-
wahan itu?” Rasul SAW
menjawab: “cinta dunia dan
takut mati”. Dengan penyakit
itulah, umat Islam mengalami
perpecahan. Sebab yang
diperjuangkan bukan lagi agama
mereka, tetapi materi dan
keduniaan yang pada akhirnya
tidak lagi mengindahkan
kekompakkan dan persatuan di
antara sesama ummat Islam. Di
samping itu sifat buih, seberapa
banyak dan sebesar apapun, ia
akan terombang-ambin g oleh
angin yang meniupnya. Itulah
tamsil umat Islam yang tidak
memperkokoh persatuan.
Hal inilah yang diisyaratkan oleh Al-
Sonhaji, bahwa penyebab segala
isim (nama) menjadi makhfudh
(rendah dan hina) adalah karena
tunduk dan ikut-ikutan terhadap
huruf khofad (faktor
kerendahan). Atau dalam istilah
nahwu lain, isim menjadi majrur
(objek yang terseret-seret/
mengikuti arus) karena
disebabkan mengikuti huruf jar
(faktor yang menyeret-menyer
etnya) . Karena itu, hendaknya
ummat Islam selalu menjadi ikan
hidup di tengah samudera.
Meskipun air samudera terasa
asin, namun sang ikan hidup
tetap terasa tawar. Sebaliknya,
jika ummat ini bagaikan ikan
mati, maka ia dapat diperbuat
apa saja sesuai keinginan orang
lain. Bila diberi garam ia akan
menjadi ikan asin dan lain
sebagainya.
Berusahalah, Maka
Jalan Akan Terbuka Dalam kaidah
ilmu nahwu, di antara tanda
nashob adalah fathah. Secara
lafdziah, kata nashob bermakna
bekerja dan berpayah-payah.
Sedang kata fathah bermakna
terbuka. Dalam hal ini, maka
mereka yang mau bekerja dan
berupaya serta berpayah-payah
(nashob) dalam usaha, maka
mereka akan mendapatkan jalan
yang terbuka (fathah).
Sesulit apapun problem yang dihadapi,
jika berusaha dan berpayah-
payah untuk mengatasinya, maka
insya Allah akan menemukan
jalan keluarnya. Oleh karena itu
Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya Aku tidak akan
menyia-nyiakan amal orang yang
berbuat di antara kalian dari laki-
laki dan wanita”. (Ali Imran: 195).
Imam Syafi’i pernah menulis bait
:syair sebagai berikut ﺳﺎﻓﺮ ﺗﺠﺪ
ﻋﻮﺿﺎ ﻋﻤﻦ ﺗﻔﺎﺭﻗﻪ # ﻭﺍﻧﺼﺐ ﻓﺎﻥ ﻟﺬﻳﺬ
ﺍﻟﻌﻴﺶ ﻓﻰ ﺍﻟﻨﺼﺐ ﺍﻧﻲ ﺭﺃﻳﺖ ﻭﻗﻮﻑ
ﺍﻟﻤﺎﺀ ﻳﻔﺴﺪﻩ # ﺍﻥ ﺳﺎﻝ ﻃﺎﺏ ﻭﺍﻥ ﻟﻢ
ﻳﺠﺮ ﻟﻢ ﻳﻄﺐ Pergilah bermusafir,
maka anda akan dapatkan
pengganti orang yang anda
tinggalkan Bersusah payahlah !,
karena kenikmatan hidup ini
didapat dengan bersusah payah
(nashob).
Sungguh aku
menyaksikan mandeg-nya air
dapat merusakkan dirinya
Namun bila ia mengalir ia
menjadi baik. Dan jika
menggenang ia jadi tidak baik.
Dalam bait syair ini, Imam Syafi’i
ingin menegaskan, bahwa orang
yang berpangku tangan dan
tidak mau bekerja keras akan
menjadi rusak, bagaikan
rusaknya air yang tergenang
sehingga menjadi comberan
yang kotor dan bau. Sebaliknya,
bila ia mau bersusah payah dan
bergerak maka ia bagaikan air
jernih yang mengalir. Indahnya
kenikmatan hidup ini terletak
pada bersusah payah. Bahkan al-
Quran mengisyaratkan kepada
kita untuk tidak berpangku
tangan di tengah waktu-waktu
senggang kita. Bila usai
melakukan satu pekerjaan,
cepatlah melakukan hal lain.
:Firman Allah SWT ﻓﺎﺫﺍ ﻓﺮﻏﺖ
ﻓﺎﻧﺼﺐ “Dan jika kamu selesai
(melakukan tugas), maka
lakukanlah tugas lain
(nashob)” (Al Insyiroh: 7).
Kepastian Akan Menimbulkan
Rasa Tenang Kaidah lain yang
terdapat dalam ilmu nahwu
adalah, bahwa di antara tanda
jazm adalah sukun. Secara
lafdziah, kata jazm bermakna
kepastian. Sedang kata sukun
berarti ketenangan. Ini
mengajarkan kepada kita, bahwa
kepastian (jazm) akan
melahirkan rasa ketenangan
(sukun). Orang yang tidak
mendapatkan kepastian dalam
suatu urusan biasanya akan
merasakan kegelisahan. Sebagai
contoh seorang remaja yang
ingin melamar seorang gadis
kemudian tidak mendapatkan
kepastian, dia akan mengalami
kegelisahan. Demikian juga
orang yang hidupnya sendiri, ia
tidak mendapatkan ketenangan.naib fa’il, mubtada’, khobar dan
tawabi’ marfu’(sesuatu yang
mengikuti segala kalimat marfu’)
seperti sifat (na’t), badal, taukid
dan ‘atof.
Hal ini dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1. Fa’il (aktivis).
Bila kita ingin menjadi orang
yang dihargai, tinggi dan tidak
terhina, maka hendaklah kita
berbuat, bekerja dan berusaha,
tidak berpangku tangan atau
hanya mengharap belas kasih
orang lain. Hanya orang yang
aktif dan pro aktiflah (fa’il) yang
membuahkan karya-karya dan
amal dan menjadi terhormat di
lingkungannya. Firman Allah SWT:
“Dan katakanlah (hai
Muhammad): Bekerjalah kalian!
sesungguhnya pekerjaan kalian
akan dilihat oleh Allah, RasulNya
dan kaum mu’minin” (At
Taubah : 105).
2.Naib fa’il
mewakili tugas-tugas
aktivis adalah tipe kedua orang
yang mendapat derajat tinggi.
Meskipun ia berkedudukan
sebagai wakil, tapi ia
menjalankan pekerjaan yang
dilakukan fa’il walau harus
menjadi penderita dalam
kedudukannya sebagai kalimat.
Sebagai contoh dalam hal ini
adalah sahabat Ali ra. Beliau
pernah menggantikan Rasulullah
di tempat tidurnya dengan resiko
yang tinggi berupa pembunuhan
yang akan dilakukan para
pemuda musyrikin Makkah saat
Rasulullah berencana
melaksanakan hijrah ke Madinah.
Contoh lain adalah para huffadz
yang diutus Rasulullah untuk
mengajarkan agama atas
permintaan salah satu suku di
jazirah Arab, namun nasib
mereka naas dikhianati dan
dibunuh para pengundang.
Mendengar hal itu, Rasulullah
pun membacakan do’a qunut
nazilah sebagi rasa ta’ziyah.
Dengan do’a dari Rasul tersebut,
tentu saja mereka yang wafat
mendapat kedudukan mulia di
sisi Allah, juga oleh sejarah.
3.Mubtada (pioneer),
orang yangpertama melahirkan ide-ide
positif kemudian
diaplikasikanny a di tengah-
tengah masyarakat sehingga
berguna bagi kehidupan
manusia adalah orang yang
pantas mendapat derajat
rofa’ (tinggi). Oleh karena itu
Rasulullah SAW bersabda: “
Barang siapa memulai sunnah
hasanah (ide positif dan
konstruktif) maka baginya pahala
dan pahala orang yang
melakukan ide (sunnah)
tersebut”. Ada pepatah Arab
:mengatakan demikian ﺍﻟﻔﻀﻞ
ﻟﻠﻤﺒﺘﺪﺉ ﻭﺍﻥ ﺃﺣﺴﻦ ﺍﻟﻤﻘﺘﺪﻯ
“Perhargaan itu hanyalah milik
orang pertama memulai,
walaupun orang yang datang
kemudian dapat melakukannya
lebih baik”
4. Khobar (informasi).
Mereka yang
memiliki khobar (informasi)
itulah orang yang menguasai.
Demikian salah satu ungkapan
dalam ilmu komunikasi. Di dunia
ini sebenarnya tidak ada orang
yang lebih banyak ilmunya dari
seorang lain. Yang ada adalah
karena orang itu lebih banyak
mendapatkan dan menyerap
informasi dari lainnya. Membaca
buku, apapun buku itu,
sebenarnya kita sedang
menyerap sebuah informasi. Dan
sebanyak itu informasi yang kita
dapatkan sebesar itu pula kadar
maqam kita. Informasi dapat kita
peroleh melalui berbagai cara,
termasuk di dalamnya
pengalaman.
5. Tawabi’Marfu’
(Mereka yang mengikuti
jejak langkah orang yang
mendapat derajar tinggi). Jelas,
siapa saja yang mengikuti
langkah dan perjuangan mereka
yang mendapat derajat tinggi,
maka mereka akan dihargai.
Allah berfirman: “Sungguh dalam
diri Rasulullah ada suri tauladan
yang patut ditiru bagimu”. Ayat
ini menegaskan kepada kita
untuk mengikuti Rasulullah yang
telah mendapatkan maqoman
mahmuda (kedudukan terpuji) di
sisi Allah agar kita mendapat hal
yang sama di sisiNya. Di samping
itu, salah satu orang yang akan
mendapat derajat tinggi adalah
para penuntut ilmu. Firman Allah
SWT : “Allah akan mengangkat
orang-orang yang beriman di
antara kamu dan mereka yang
diberi ilmu dengan beberapa
derajat” (Al Mujadalah: 11).
Ilmu adalah warisan para nabi, dan
siapa yang mengikuti (tabi’)
langkah nabi ia akan mendapat
kehormatan (rofa’) Berpecah
Belah Adalah Kerendahan Tanda
kasroh dalam ilmu nahwu adalah
salah satu tanda hukum khofadh.
Secara harfiah, kata kasroh
bermakna pecah atau
perpecahan. Sedangkan kata
khofadh bermakna kerendahan
atau kehinaan. Dengan demikian
suatu umat akan mengalami
kerendahan dan kehinaan
apabila mereka melakukan
perpecahan, tidak bersatu dan
tidak berukhuwah. Wajar saja
bila para musuh menyantap
dengan lahapnya kekayaan kaum
(muslimin) disebabkan mereka
tidak mau bersatu dan menjaga
persatuan.
Inilah yang pernah
dikhawatirkan oleh Nabi
Muhammad SAW empat belas
abad lalu, tatkala beliau
menyatakan bahwa suatu saat
umat Islam akan menjadi
santapan umat lain seperti
srigala sedang menyantap
makanan. Para sahabat bertanya:
“Apakah saat itu jumlah kita
sedikit ?” Rasul menjawab:
“Tidak, justru kalian saat itu
menjadi mayoritas, tapi kualitas
kalian seperti buih. Sungguh
Allah akan mencabut rasa takut
dari musush-musuh kalian
kepada kalian dan Allah akan
mencampakkan dalam diri kalian
penyakit al-wahan”. Sahabat
bertanya: “apakah penyakit al-
wahan itu?” Rasul SAW
menjawab: “cinta dunia dan
takut mati”. Dengan penyakit
itulah, umat Islam mengalami
perpecahan. Sebab yang
diperjuangkan bukan lagi agama
mereka, tetapi materi dan
keduniaan yang pada akhirnya
tidak lagi mengindahkan
kekompakkan dan persatuan di
antara sesama ummat Islam. Di
samping itu sifat buih, seberapa
banyak dan sebesar apapun, ia
akan terombang-ambin g oleh
angin yang meniupnya. Itulah
tamsil umat Islam yang tidak
memperkokoh persatuan.
Hal inilah yang diisyaratkan oleh Al-
Sonhaji, bahwa penyebab segala
isim (nama) menjadi makhfudh
(rendah dan hina) adalah karena
tunduk dan ikut-ikutan terhadap
huruf khofad (faktor
kerendahan). Atau dalam istilah
nahwu lain, isim menjadi majrur
(objek yang terseret-seret/
mengikuti arus) karena
disebabkan mengikuti huruf jar
(faktor yang menyeret-menyer
etnya) . Karena itu, hendaknya
ummat Islam selalu menjadi ikan
hidup di tengah samudera.
Meskipun air samudera terasa
asin, namun sang ikan hidup
tetap terasa tawar. Sebaliknya,
jika ummat ini bagaikan ikan
mati, maka ia dapat diperbuat
apa saja sesuai keinginan orang
lain. Bila diberi garam ia akan
menjadi ikan asin dan lain
sebagainya.
Berusahalah, Maka
Jalan Akan Terbuka Dalam kaidah
ilmu nahwu, di antara tanda
nashob adalah fathah. Secara
lafdziah, kata nashob bermakna
bekerja dan berpayah-payah.
Sedang kata fathah bermakna
terbuka. Dalam hal ini, maka
mereka yang mau bekerja dan
berupaya serta berpayah-payah
(nashob) dalam usaha, maka
mereka akan mendapatkan jalan
yang terbuka (fathah).
Sesulit apapun problem yang dihadapi,
jika berusaha dan berpayah-
payah untuk mengatasinya, maka
insya Allah akan menemukan
jalan keluarnya. Oleh karena itu
Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya Aku tidak akan
menyia-nyiakan amal orang yang
berbuat di antara kalian dari laki-
laki dan wanita”. (Ali Imran: 195).
Imam Syafi’i pernah menulis bait
:syair sebagai berikut ﺳﺎﻓﺮ ﺗﺠﺪ
ﻋﻮﺿﺎ ﻋﻤﻦ ﺗﻔﺎﺭﻗﻪ # ﻭﺍﻧﺼﺐ ﻓﺎﻥ ﻟﺬﻳﺬ
ﺍﻟﻌﻴﺶ ﻓﻰ ﺍﻟﻨﺼﺐ ﺍﻧﻲ ﺭﺃﻳﺖ ﻭﻗﻮﻑ
ﺍﻟﻤﺎﺀ ﻳﻔﺴﺪﻩ # ﺍﻥ ﺳﺎﻝ ﻃﺎﺏ ﻭﺍﻥ ﻟﻢ
ﻳﺠﺮ ﻟﻢ ﻳﻄﺐ Pergilah bermusafir,
maka anda akan dapatkan
pengganti orang yang anda
tinggalkan Bersusah payahlah !,
karena kenikmatan hidup ini
didapat dengan bersusah payah
(nashob).
Sungguh aku
menyaksikan mandeg-nya air
dapat merusakkan dirinya
Namun bila ia mengalir ia
menjadi baik. Dan jika
menggenang ia jadi tidak baik.
Dalam bait syair ini, Imam Syafi’i
ingin menegaskan, bahwa orang
yang berpangku tangan dan
tidak mau bekerja keras akan
menjadi rusak, bagaikan
rusaknya air yang tergenang
sehingga menjadi comberan
yang kotor dan bau. Sebaliknya,
bila ia mau bersusah payah dan
bergerak maka ia bagaikan air
jernih yang mengalir. Indahnya
kenikmatan hidup ini terletak
pada bersusah payah. Bahkan al-
Quran mengisyaratkan kepada
kita untuk tidak berpangku
tangan di tengah waktu-waktu
senggang kita. Bila usai
melakukan satu pekerjaan,
cepatlah melakukan hal lain.
:Firman Allah SWT ﻓﺎﺫﺍ ﻓﺮﻏﺖ
ﻓﺎﻧﺼﺐ “Dan jika kamu selesai
(melakukan tugas), maka
lakukanlah tugas lain
(nashob)” (Al Insyiroh: 7).
Kepastian Akan Menimbulkan
Rasa Tenang Kaidah lain yang
terdapat dalam ilmu nahwu
adalah, bahwa di antara tanda
jazm adalah sukun. Secara
lafdziah, kata jazm bermakna
kepastian. Sedang kata sukun
berarti ketenangan. Ini
mengajarkan kepada kita, bahwa
kepastian (jazm) akan
melahirkan rasa ketenangan
(sukun). Orang yang tidak
mendapatkan kepastian dalam
suatu urusan biasanya akan
merasakan kegelisahan. Sebagai
contoh seorang remaja yang
ingin melamar seorang gadis
kemudian tidak mendapatkan
kepastian, dia akan mengalami
kegelisahan. Demikian juga
orang yang hidupnya sendiri, ia
wallahu alam bissowab.!!
0 comments :