makna filoofi yang di sampaikan oleh musonif kitab jurumiah.!!


Wednesday, 12 June 2013


Ternyat syaikh al jurumi bukan hanya memberikan ilmu secara sembarangan, namun
di dalam kitab ini ,yg
 membahas tata bahasa

Arab, ternyata kalau dikaji lebih

dalam lagi, ia memiliki filsafat-

filsaf at hidup dan nasehat yang

sangat berharga bagi setiap

generasi terutama bagi kita

sebagai ummat Islam. Filsafat

hidup yang termaktub dalam

kitab itu sendiri merupakan

“hukum” atas suatu kalam atau

kalimat dalam ilmu nahwu.

Berikut ini adalah contohnya:

Bersatu kita terhormat Dalam

ilmu nahwu, “dhommah” adalah

salah satu tanda dari tanda-

tanda “rofa’”. Secara lafdziah

kata dhommah berarti bersatu.

Sedang kata rofa’berarti tinggi.

Maksudnya, bila kita dapat

bersatu dengan sesama, dapat

menjaga kesatuan dan

persatuan, dapat mempererat tali

ukhuwah, bukan tidak mungkin

kita akan menjadi umat yang

terhormat dan tinggi (rofa’) di

antara bangsa dan umat lain. Sementara untuk

mendapatkan derajat tinggi

harus memenuhi syarat, di

antaranya adalah iman. Firman

Allah SWT: “Janganlah kalian

merasa hina dan sedih, padahal

kamu tinggi jika kamu beriman

(Ali Imran: 139).
Ada beberapa

keriteria sehingga orang bisa

mendapatkan derajat

rofa’ (tinggi). Sebagaimana

dijelaskan dalam Al Jurumiyah,

bahwa di antara kedudukan

kalimat yang mendapat hukum

rofa’ atau marfu’ (yang diberi

penghargaan tinggi) adalah: "Babul mar'fu'atil'asma'i
... fa’il,

naib fa’il, mubtada’, khobar dan

tawabi’ marfu’(sesuatu yang

mengikuti segala kalimat marfu’)

seperti sifat (na’t), badal, taukid

dan ‘atof.

Hal ini dapat dijelaskan

sebagai berikut:

1. Fa’il (aktivis).

Bila kita ingin menjadi orang

yang dihargai, tinggi dan tidak

terhina, maka hendaklah kita

berbuat, bekerja dan berusaha,

tidak berpangku tangan atau

hanya mengharap belas kasih

orang lain. Hanya orang yang

aktif dan pro aktiflah (fa’il) yang

membuahkan karya-karya dan

amal dan menjadi terhormat di

lingkungannya. Firman Allah SWT:

“Dan katakanlah (hai

Muhammad): Bekerjalah kalian!

sesungguhnya pekerjaan kalian

akan dilihat oleh Allah, RasulNya

dan kaum mu’minin” (At
Taubah : 105).
 2.Naib fa’il

mewakili tugas-tugas

aktivis adalah tipe kedua orang

yang mendapat derajat tinggi.

Meskipun ia berkedudukan

sebagai wakil, tapi ia

menjalankan pekerjaan yang

dilakukan fa’il walau harus

menjadi penderita dalam

kedudukannya sebagai kalimat.

Sebagai contoh dalam hal ini

adalah sahabat Ali ra. Beliau

pernah menggantikan Rasulullah

di tempat tidurnya dengan resiko

yang tinggi berupa pembunuhan

yang akan dilakukan para

pemuda musyrikin Makkah saat

Rasulullah berencana

melaksanakan hijrah ke Madinah.

Contoh lain adalah para huffadz

yang diutus Rasulullah untuk

mengajarkan agama atas

permintaan salah satu suku di

jazirah Arab, namun nasib

mereka naas dikhianati dan

dibunuh para pengundang.

Mendengar hal itu, Rasulullah

pun membacakan do’a qunut

nazilah sebagi rasa ta’ziyah.

Dengan do’a dari Rasul tersebut,

tentu saja mereka yang wafat

mendapat kedudukan mulia di

sisi Allah, juga oleh sejarah.

3.Mubtada (pioneer),

orang yangpertama melahirkan ide-ide

positif kemudian

diaplikasikanny a di tengah-

tengah masyarakat sehingga

berguna bagi kehidupan

manusia adalah orang yang

pantas mendapat derajat

rofa’ (tinggi). Oleh karena itu

Rasulullah SAW bersabda: “

Barang siapa memulai sunnah

hasanah (ide positif dan

konstruktif) maka baginya pahala

dan pahala orang yang

melakukan ide (sunnah)

tersebut”. Ada pepatah Arab

:mengatakan demikian ﺍﻟﻔﻀﻞ

ﻟﻠﻤﺒﺘﺪﺉ ﻭﺍﻥ ﺃﺣﺴﻦ ﺍﻟﻤﻘﺘﺪﻯ

“Perhargaan itu hanyalah milik

orang pertama memulai,

walaupun orang yang datang

kemudian dapat melakukannya

lebih baik”

4. Khobar (informasi).

Mereka yang

memiliki khobar (informasi)

itulah orang yang menguasai.

Demikian salah satu ungkapan

dalam ilmu komunikasi. Di dunia

ini sebenarnya tidak ada orang

yang lebih banyak ilmunya dari

seorang lain. Yang ada adalah

karena orang itu lebih banyak

mendapatkan dan menyerap

informasi dari lainnya. Membaca

buku, apapun buku itu,

sebenarnya kita sedang

menyerap sebuah informasi. Dan

sebanyak itu informasi yang kita

dapatkan sebesar itu pula kadar

maqam kita. Informasi dapat kita

peroleh melalui berbagai cara,

termasuk di dalamnya

pengalaman.

5. Tawabi’Marfu’

(Mereka yang mengikuti

jejak langkah orang yang

mendapat derajar tinggi). Jelas,

siapa saja yang mengikuti

langkah dan perjuangan mereka

yang mendapat derajat tinggi,

maka mereka akan dihargai.

Allah berfirman: “Sungguh dalam

diri Rasulullah ada suri tauladan

yang patut ditiru bagimu”. Ayat

ini menegaskan kepada kita

untuk mengikuti Rasulullah yang

telah mendapatkan maqoman

mahmuda (kedudukan terpuji) di

sisi Allah agar kita mendapat hal

yang sama di sisiNya. Di samping

itu, salah satu orang yang akan

mendapat derajat tinggi adalah

para penuntut ilmu. Firman Allah

SWT : “Allah akan mengangkat

orang-orang yang beriman di

antara kamu dan mereka yang

diberi ilmu dengan beberapa

derajat” (Al Mujadalah: 11).

Ilmu adalah warisan para nabi, dan

siapa yang mengikuti (tabi’)

langkah nabi ia akan mendapat

kehormatan (rofa’) Berpecah

Belah Adalah Kerendahan Tanda

kasroh dalam ilmu nahwu adalah

salah satu tanda hukum khofadh.

Secara harfiah, kata kasroh

bermakna pecah atau

perpecahan. Sedangkan kata

khofadh bermakna kerendahan

atau kehinaan. Dengan demikian

suatu umat akan mengalami

kerendahan dan kehinaan

apabila mereka melakukan

perpecahan, tidak bersatu dan

tidak berukhuwah. Wajar saja

bila para musuh menyantap

dengan lahapnya kekayaan kaum

(muslimin) disebabkan mereka

tidak mau bersatu dan menjaga

persatuan.

Inilah yang pernah

dikhawatirkan oleh Nabi

Muhammad SAW empat belas

abad lalu, tatkala beliau

menyatakan bahwa suatu saat

umat Islam akan menjadi

santapan umat lain seperti

srigala sedang menyantap

makanan. Para sahabat bertanya:

“Apakah saat itu jumlah kita

sedikit ?” Rasul menjawab:

“Tidak, justru kalian saat itu

menjadi mayoritas, tapi kualitas

kalian seperti buih. Sungguh

Allah akan mencabut rasa takut

dari musush-musuh kalian

kepada kalian dan Allah akan

mencampakkan dalam diri kalian

penyakit al-wahan”. Sahabat

bertanya: “apakah penyakit al-

wahan itu?” Rasul SAW

menjawab: “cinta dunia dan

takut mati”. Dengan penyakit

itulah, umat Islam mengalami

perpecahan. Sebab yang

diperjuangkan bukan lagi agama

mereka, tetapi materi dan

keduniaan yang pada akhirnya

tidak lagi mengindahkan

kekompakkan dan persatuan di

antara sesama ummat Islam. Di

samping itu sifat buih, seberapa

banyak dan sebesar apapun, ia

akan terombang-ambin g oleh

angin yang meniupnya. Itulah

tamsil umat Islam yang tidak

memperkokoh persatuan.

Hal inilah yang diisyaratkan oleh Al-

Sonhaji, bahwa penyebab segala

isim (nama) menjadi makhfudh

(rendah dan hina) adalah karena

tunduk dan ikut-ikutan terhadap

huruf khofad (faktor

kerendahan). Atau dalam istilah

nahwu lain, isim menjadi majrur

(objek yang terseret-seret/

mengikuti arus) karena

disebabkan mengikuti huruf jar

(faktor yang menyeret-menyer

etnya) . Karena itu, hendaknya

ummat Islam selalu menjadi ikan

hidup di tengah samudera.

Meskipun air samudera terasa

asin, namun sang ikan hidup

tetap terasa tawar. Sebaliknya,

jika ummat ini bagaikan ikan

mati, maka ia dapat diperbuat

apa saja sesuai keinginan orang

lain. Bila diberi garam ia akan

menjadi ikan asin dan lain

sebagainya.

Berusahalah, Maka

Jalan Akan Terbuka Dalam kaidah

ilmu nahwu, di antara tanda

nashob adalah fathah. Secara

lafdziah, kata nashob bermakna

bekerja dan berpayah-payah.

Sedang kata fathah bermakna

terbuka. Dalam hal ini, maka

mereka yang mau bekerja dan

berupaya serta berpayah-payah

(nashob) dalam usaha, maka

mereka akan mendapatkan jalan

yang terbuka (fathah).

Sesulit apapun problem yang dihadapi,

jika berusaha dan berpayah-

payah untuk mengatasinya, maka

insya Allah akan menemukan

jalan keluarnya. Oleh karena itu

Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya Aku tidak akan

menyia-nyiakan amal orang yang

berbuat di antara kalian dari laki-

laki dan wanita”. (Ali Imran: 195).



Imam Syafi’i pernah menulis bait

:syair sebagai berikut ﺳﺎﻓﺮ ﺗﺠﺪ

ﻋﻮﺿﺎ ﻋﻤﻦ ﺗﻔﺎﺭﻗﻪ # ﻭﺍﻧﺼﺐ ﻓﺎﻥ ﻟﺬﻳﺬ

ﺍﻟﻌﻴﺶ ﻓﻰ ﺍﻟﻨﺼﺐ ﺍﻧﻲ ﺭﺃﻳﺖ ﻭﻗﻮﻑ

ﺍﻟﻤﺎﺀ ﻳﻔﺴﺪﻩ # ﺍﻥ ﺳﺎﻝ ﻃﺎﺏ ﻭﺍﻥ ﻟﻢ

ﻳﺠﺮ ﻟﻢ ﻳﻄﺐ Pergilah bermusafir,

maka anda akan dapatkan

pengganti orang yang anda

tinggalkan Bersusah payahlah !,

karena kenikmatan hidup ini

didapat dengan bersusah payah

(nashob).

Sungguh aku

menyaksikan mandeg-nya air

dapat merusakkan dirinya

Namun bila ia mengalir ia

menjadi baik. Dan jika

menggenang ia jadi tidak baik.

Dalam bait syair ini, Imam Syafi’i

ingin menegaskan, bahwa orang

yang berpangku tangan dan

tidak mau bekerja keras akan

menjadi rusak, bagaikan

rusaknya air yang tergenang

sehingga menjadi comberan

yang kotor dan bau. Sebaliknya,

bila ia mau bersusah payah dan

bergerak maka ia bagaikan air

jernih yang mengalir. Indahnya

kenikmatan hidup ini terletak

pada bersusah payah. Bahkan al-

Quran mengisyaratkan kepada

kita untuk tidak berpangku

tangan di tengah waktu-waktu

senggang kita. Bila usai

melakukan satu pekerjaan,

cepatlah melakukan hal lain.

:Firman Allah SWT ﻓﺎﺫﺍ ﻓﺮﻏﺖ

ﻓﺎﻧﺼﺐ “Dan jika kamu selesai

(melakukan tugas), maka

lakukanlah tugas lain

(nashob)” (Al Insyiroh: 7).

Kepastian Akan Menimbulkan

Rasa Tenang Kaidah lain yang

terdapat dalam ilmu nahwu

adalah, bahwa di antara tanda

jazm adalah sukun. Secara

lafdziah, kata jazm bermakna

kepastian. Sedang kata sukun

berarti ketenangan. Ini

mengajarkan kepada kita, bahwa

kepastian (jazm) akan

melahirkan rasa ketenangan

(sukun). Orang yang tidak

mendapatkan kepastian dalam

suatu urusan biasanya akan

merasakan kegelisahan. Sebagai

contoh seorang remaja yang

ingin melamar seorang gadis

kemudian tidak mendapatkan

kepastian, dia akan mengalami

kegelisahan. Demikian juga

orang yang hidupnya sendiri, ia
tidak mendapatkan ketenangan.

wallahu alam bissowab.!!

0 comments :